Kisah Enam Orang Buta Melihat Gajah

Kamis, 29 September 2011

| | | 0 komentar



Dahulu kala hiduplah enam orang buta. Mereka sering mendengar tentang gajah. Namun karena mereka semua belum pernah melihatnya, mereka ingin sekali tahu seperti apa gajah itu. Maka mereka beramai-ramai pergi melihat gajah.
Orang buta pertama mendekati gajah. Ia tersandung dan ketika terjatuh, ia menabrak sisi tubuh gajah yang kokoh. “Oh, sekarang aku tahu!” katanya, “Gajah itu seperti tembok.”
Orang buta kedua meraba gading gajah. “Mari kita lihat...,” katanya, “Gajah ini bulat, licin dan tajam. Jelaslah gajah lebih mirip sebuah tombak.”
Yang ketiga kebetulan memegang belalai gajah yang bergerak menggeliat-geliat. “Kalian salah!” jeritnya, “Gajah ini seperti ular!”

Berikutnya, orang buta keempat melompat penuh semangat dan jatuh menimpa lutut gajah. “Ah!” katanya, “Bagaimana kalian ini, sudah jelas binatang ini mirip sebatang pohon.”

Yang kelima memegang telinga gajah. “Kipas!” teriaknya, “Bahkan orang yang paling buta pun tahu, gajah itu mirip kipas.”

Orang buta keenam, segera mendekati sang gajah, ia menggapai dan memegang ekor gajah yang berayun-ayun. “Aku tahu, kalian semua salah.” Katanya. Gajah mirip dengan tali.”

Demikianlah keenam orang buta itu bertengkar. Masing-masing tidak mau mengalah. Semua teguh dengan pendapatnya sendiri, yang sebagian benar, namun semuanya salah. Mereka semua hanya meraba bagian tubuh gajah yang berlainan, mereka tidak melihat keseluruhan hewan gajah itu sendiri.

The Three Feathers

Jumat, 23 September 2011

| | | 0 komentar

                                                       


Once upon a time there was a king who had three sons, two of whom were clever and intelligent, but the third one did not talk very much, was simple minded, and the only name they gave him was the Simpleton.
When the king became old and weak, and thought that he was nearing his end, he did not know which of his sons should inherit the kingdom after him, so he said to them, "Go forth, and the one of you who brings me the finest carpet, he shall be king after my death."
So there would be no dispute among them, he led them to the front of his castle, blew three feathers into the air, and said, "As they fly, so shall you go."
The one feather flew to the east, the other to the west, and the third feather flew straight ahead, falling quickly to the ground after going only a short distance. The one brother went to the right, the other to the left, and they laughed at the Simpleton who had to stand there where the third feather had fallen.
The Simpleton sat down and was sad. Then he suddenly noticed that there was a trapdoor next to his feather. He lifted it up, found a stairway, and climbed down inside. He came to another door and knocked on it, upon which he heard someone calling out from within:
Maiden green and small,
Hopping toad,
Hopping toad's puppy,
Hop to and fro,
Quickly see who is outside.
The door opened, and he saw a big, fat toad sitting there, surrounded by a large number of little toads. The fat toad asked what he wanted.
The Simpleton answered, "I would like the most beautiful and finest carpet."
Then the fat toad called to a young toad, saying:
Maiden green and small,
Hopping toad,
Hopping toad's puppy,
Hop to and fro,
Bring me the large box.
The young toad brought the box, and the fat toad opened it, then gave the Simpleton a carpet from it. It was so beautiful and so fine, the like of which could never have been woven in the world above. He thanked the toad and climbed back out.
Now the other two thought that their brother was so stupid that he would not find anything to bring home.
"Why should we spend a lot of effort looking for a carpet?" they said, so they took some pieces of course cloth from the first shepherd's wife they came to, and took these back home to the king.
At the same time they returned home, the Simpleton arrived, bringing his beautiful carpet. When the king saw it, he was astounded, and said, "It is only right that the kingdom should go to my youngest son."
However, the two other sons gave their father no peace, saying that it would be impossible for the Simpleton to become king, because he lacked understanding in all things. They asked him to declare another contest.
Then the father said, "He who brings me the most beautiful ring shall inherit the kingdom." Leading the three brothers outside, he blew the three feathers into the air that they were to follow.
The two oldest brothers again went to the east and to the west, and the Simpleton's feather again flew straight ahead, falling down next to the door in the ground. Once again he climbed down to the fat toad and told it that he needed the most beautiful ring. The toad had the box brought out again and gave him from it a ring that glistened with precious stones and was so beautiful that no goldsmith on earth could have made it.
The two oldest brothers laughed at the Simpleton, who was going to look for a golden ring, and they took no effort at all. Instead, they drove the nails out of an old wagon ring and brought it to the king. However, when the Simpleton presented his ring, the king said once again, "The kingdom belongs to him."
The two oldest sons tormented the king endlessly, until finally he declared a third contest, saying that he who would bring home the most beautiful woman should have the kingdom.
Once again he blew the three feathers into the air and they flew in the same directions as before.
Without hesitating, the Simpleton went back to the fat toad and said, "I am supposed to take home the most beautiful woman."
"Oh!" answered the toad. "The most beautiful woman! She is not here at the moment, but you shall have her nonetheless."
The fat toad gave him a hollowed out yellow turnip, to which were harnessed six little mice.
The Simpleton said sadly, "What am I to do with this?"
The toad answered, "Just put one of my little toads inside it."
The he grabbed one of them from the group and set it inside the yellow coach. The little toad was scarcely inside when it turned into a beautiful young lady, the turnip into a coach, and the six mice into horses. He kissed her, raced away with the horses, and brought her to the king.
His brothers came along afterward. They had given no effort to find a beautiful woman, but simply brought along the first peasant women they had come upon.
After looking at them, the king said, "After my death the kingdom belongs to my youngest son."
However, the two oldest sons again deafened the king's ears with the cry, "We cannot allow the Simpleton to become king," and they demanded that the preference should go to the brother whose woman could jump through a hoop that was hanging in the middle of the hall.
They thought, "The peasant women will be able to do that very well. They are very strong, but the dainty lady will jump herself to death."
The old king gave in to this as well. The two peasant women did indeed jump through the hoop, but they were so plump that each one fell, breaking her thick arms and legs. Then the beautiful lady, that the Simpleton had brought home, jumped, and she jumped through the hoop as lightly as a deer.
After this all the protests had to stop. Thus the Simpleton received the crown, and he ruled wisely for a long time. 

Kisah Pengembara dan Pohon Beringin

Rabu, 21 September 2011

| | | 0 komentar

Pada suatu siang yang panas, seorang pengembara sedang berjalan di sebuah padang rumput. Karena sudah cukup jauh berjalan, ia merasa lapar dan haus. Ia melihat sebatang pohon beringin besar di tepi padang rumput dan memutuskan untuk beristirahat sejenak.

Sang pengembara  pun duduk di bawah pohon beringin yang sangat rindang itu. Ia kemudian membuka bekalnya dan mulai makan.

Setelah makan dan minum, ia merasa mengantuk. Ia pun merebahkan tubuhnya dengan akar pohon beringin sebagai bantalnya. Ia memandangi daun pohon beringin yang rindang dan melihat buah-buah beringin yang merah kecil-kecil di sela-sela daun.


Pengembara itu tersenyum dan berkata kepada dirinya sendiri, “Aneh sekali, pohon sebesar ini mempunyai buah yang sangat kecil. Pantasnya buahnya paling tidak sebesar kepalan tanganku ini, mungkin bahkan lebih besar lagi.”

Hembusan angin semilir dan suara desir daun-daun beringin membuat mata pengembara pun makin berat. Ia pun jatuh tertidur.

Pada suatu saat angin kencang bertiup dan buah- buah beringin berjatuhan. Beberapa di antaranya jatuh menimpa tubuh dan wajah sang pengembara. Sebuah bahkan mengenai hidungnya. Terkejut, ia pun terbangun.  Ia mengusap-usap hidungnya yang sekarang kotor karena air buah beringin.

Sadar bahwa hidungnya tadi kejatuhan buah merah kecil itu, ia pun berkata, “Alangkah bodohnya aku. Untunglah buah beringin hanya sebesar ini. Apa jadinya bila buahnya besar?”

Sang pengembara memandangi pohon beringin dengan sulur-sulur yang berayun pelan karena hembusan angin. Ia pun bangkit dan melanjutkan perjalanannya.

Albert Einstein (1879-1955)

| | | 0 komentar

Lahir di Ulm, Jerman pada tanggal 14 Maret 1879, Albert Einstein adalah salah satu ilmuwan terkemuka dan berpengaruh pada abad ke-20. Walaupun ia dikenal sebagai seorang genius, Albert lambat belajar berbicara ketika masih kecil. Ia juga susah diatur di sekolah dan melakukan banyak kenakalan aneh di kelas.

Minatnya pada sains dan matematika terinspirasi oleh sebuah kompas yang ditunjukkan oleh ayahnya. Ia menyadari bahwa pasti ada sesuatu yang membuat jarum kompas bergerak. Ia mulai membuat alat peraga fisika dan mulai tampak bakatnya di bidang matematika. Pada tahun 1889, Max Talmud memperkenalkan buku-buku teks sains, matematika dan filosofi kepada Albert yang waktu itu berumur 10 tahun. Di antaranya sebuah buku karangan Immanuel Kant berjudul Euclid’s Elements yang disebut Albert sebagai “buku suci geometri”. Talmud adalah seorang mahasiswa kedokteran asal Polandia yang setiap Kamis malam berkunjung ke rumah keluarga Einstein. Kunjungannya berlangsung selama enam tahun, dan selama itu pula ia banyak membimbing Albert mengenai berbagai minat yang berbeda-beda.

Albert sangat menyukai Matematika dan Fisika, terutama Aljabar. Ia menganggap soal-soal Aljabar sebagai sebuah teka-teki sehingga ia merasa senang dan tertantang mengerjakannya.

Ketika di sekolah menengah, Albert ingin lompat kelas dan masuk the Swiss institute of Technology, sayangnya ia tidak lulus ujian masuk, walapun nilai matematika dan fisika yang diperolehnya tinggi.

Penemuannya yang paling terkenal adalah Teori Relativitas, E= mc2. Teori yang bertentangan dengan teori yang diciptakan oleh Isaac Newton ini menjelaskan hubungan antara massa dan energi sebagai konsekuensi dari ruang dan waktu.
Teori ini diperkenalkan pada tahun 1905. Teori ini dianggap sangat maju pada masa itu dan baru bertahun-tahun kemudian dapat dibuktikan.

Banyak orang mengira bahwa Albert Einstein menciptakan bom atom. Kenyataannya tidak demikian. Pada masa Perang Dunia II, ia menulis surat kepada President Franklin D. Roosevelt, memperingatkan akan kemungkinan Jerman menggunakan senjata nuklir dan menganjurkan Amerika Serikat melakukan penelitian senjata nuklir. Ia sendiri tidak terlibat dalam pembuatan senjata nuklir di Amerika Serikat. Bahkan kemudian ia aktif dalam kegiatan menentang senjata nuklir.

Albert adalah seorang genius. Namun tahukah kamu, bahwa ia tidak dapat mengeja dengan baik? Ia mampu berbicara dalam bahasa Jerman dan Inggris dengan fasih, namun tidak dapat menulis dalam bahasa Inggris.

Albert sering menghilangkan barang-barang yang dibawanya, terutama payung!
Ia juga tidak dapat mengingat tanggal-tanggal dan nomor telepon. Ia tidak ingat tanggal ulang tahun keluarganya, bahkan ulang tahunnya sendiri. Ia juga tidak ingat nomor teleponnnya sendiri. Ia berdalih, bahwa ia tidak perlu mengingat nomor teleponnya karena ia tidak pernah ingin menelpon dirinya sendiri.

Albert membawa keluarganya pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1933. Pada masa sebelum Perang Dunia, Albert sangat terkenal di Amerika Serikat sehingga sering kali orang menghentikannya di jalan dan memintanya menjelaskan teorinya. Ia kemudian menemukan cara untuk menghindari pertanyaan orang-orang itu dengan mengatakan, “Maaf, anda keliru. Anda pasti mengira saya Profesor Einstein!”

Hingga akhir hidupnya Albert Einstein berusaha menemukan teori fisika gabungan dimana fenomena gravitasi dan elektromagnetik digabungkan dalam satu teori.

Albert Einstein meninggal pada tanggal 18 April 1955 di Princeton Amerika Serikat karena gagal jantung. 

Kancil dan Harimau

Sabtu, 17 September 2011

| | | 0 komentar


Pada suatu hari kancil bertemu dengan harimau di hutan. Harimau berkata, “ Kata sepupuku daging kancil sangat lezat. Sekarang aku punya kesempatan untuk mencicipinya.”

Kancil menoleh ke kanan dan kiri, ia harus menemukan akal agar harimau tidak dapat menangkapnya. Lalu ia melihat segumpal  lumpur di bawah pohon.

“Jangan,” kata kancil. “Aku sedang menjaga kue Baginda Raja.”

Ia menggerakkan bahunya ke arah gumpalan lumpur itu.

Harimau sangat lapar, melihat gumpalan lumpur itu, menitiklah air liurnya.
“Kue raja? Nampaknya enak sekali. Aku mau mencobanya.”

“Jangan. Nanti Baginda Raja marah,” kata kancil sambil menghadang harimau di depan lumpur.

“Sedikit saja,” kata harimau.

“Tidak.”

 “Ayolah, raja tidak akan tahu, aku makan sedikit saja.”

“Hmmm... Baiklah, tapi biarkan aku pergi dulu, aku tidak mau disalahkan.”

“Pergilah.”

Kancil pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia melesat pergi.

Harimau segera menerkan kue sang raja dan menggigitnya.

“Puuaahh!” Harimau memuntahkan lumpur dari mulutnya.

“Ini lumpur!” kata harimau. “Awas kau kancil, kalau aku bertemu denganmu lagi , aku takkan mengampunimu!”

Esok harinya, kancil kembali bertemu dengan harimau.

“Nah. Jadi juga aku makan daging kancil.”

Kancil kembali mencari akal. Kebetulan ia melihat sarang lebah yang letaknya tidak tinggi.

“Kau tidak tahu, aku sekarang sedang menunggui tambur Baginda Raja? Kalau aku meninggalkan tugasku, seseorang pasti menabuhnya, dan Baginda Raja marah besar.”

“Ah, kau bohong. Mana ada tambur raja di sini?”

“Tentu saja ada. Itu, tuh. Di situ.”

Harimau melihat benda bulat yang tergantung di dahan pohon yang rendah.

“Benar juga kata kancil,” katanya dalam hati. “Tambur milik sang raja, bagaimana bunyinya ya?”

“Kancil,” kata harimau, “Aku tabuh tamburnya ya?”

“Jangan, nanti Baginda Raja marah.”

“Kalau begitu kau pergi dulu, baru aku menabuhnya. Dengan begitu kau tak kena marah.”

“Baiklah. Ingat, tunggu sampai aku agak jauh baru kau menabuh tambur itu, ya?”

Kancil pun lagi-lagi lolos dari bahaya. Ia segera melarikan diri.

Harimau menunggu beberapa saat kemudian mendekati sarang lebah itu. Ia memukulnya sekuat tenaga, berharap mendengar suara tambur yang merdu dan keras. Namun tambur itu hancur berantakan. Dari dalamnya muncul ribuan lebah yang menyengatnya tanpa ampun.

“Nggg! Nggg! Nggg!” Lebah-lebah terus mengejar harimau.

“Aduh! Aduh! Awas kau kancil, kau menipuku lagi!”

Harimau berlari namun lebah-lebah yang marah itu tetap mengejar dan menyengatnya. Harimau akhirnya menceburkan diri ke dalam kolam. Barulah lebah-lebah itu meninggalkannya. Seluruh tubuh harimau bengkak-bengkak akibat sengatan lebah.

Beberapa  hari kemudian, harimau melihat kancil sedang berbaring di bawah pohon. Tanpa menunggu lagi, ia menerkam kancil.

Kancil meronta,”Lepaskan aku! Gara-gara kau aku dimarahi Baginda Raja. Beliau memberikan kesempatan terakhir. Kalau aku gagal lagi menjalankan tugasku, tamatlah riwayatku.”

“Tugas apa? Jangan kaupikir bisa menipuku lagi. Kali ini aku benar-benar makan daging kancil.”

“Kau tidak melihat aku sedang menjaga ikat pinggang Baginda Raja?”

“Ikat pinggang? Mana?”

“Tuh, di bawah pohon beringin itu.”

Harimau mendekati pohon beringin. Benar ia melihat ikat pinggang besar yang cantik tergulung di sana. Harimau mendekati kancil lagi.

“Bagus sekali. Pasti aku cocok memakainya. Aku coba ya?”

“Tidak boleh!”

“Sebentar saja, tidak akan ada yang tahu.”

“Tidak.”

“Aku akan mencoba ikat pinggang itu lalu meletakkannya kembali.”
“Hmmm,” kancil pura-pura berpikir keras.

“Ayolah.”

“Kau begitu ingin mencoba ikat pinggang itu. Aku tidak tega menolaknya,” kata kancil. “Baiklah, tapi kau harus cepat. Jangan sampai ada yang melihat kau memakainya”

Harimau mengangguk-angguk penuh semangat. Ia pun segera mengambil ikat pinggang raja dan melingkarkannya di pinggangnya. Betapa terkejutnya ia melihat bahwa itu bukan ikat pinggang tetapi ular besar! Ular itu langsung membelitnya dan makin lama belitannya makin kencang.

Harimau meronta-ronta namun tak dapat melepaskan diri. Nafasnya pun mulai terasa sesak. Akhirnya ia coba menggigit ekor ular. Ular kesakitan dan mengendurkan belitannya sehingga harimau dapat melepaskan diri.

Kancil sudah tak tampak lagi.

Kepiting Muda dan Ibunya

Kamis, 15 September 2011

| | | 0 komentar

Seekor kepiting tua berkata kepada puteranya, “Mengapa kau berjalan ke samping seperti itu, anakku? Kau harus berjalan lurus ke depan.” 

Kepiting muda itu menjawab, “Tunjukkan caranya padaku, Ibu, aku akan mengikuti contohmu.”

Kepiting tua mencoba berjalan lurus, mencoba dan mencoba lagi tetapi  tetap gagal. Akhirnya ia menyadari  betapa bodoh dirinya telah mencela puteranya.