Tak Ternilai dan Tak Bernilai (Kisah Nasreddin Hoja)

Sabtu, 30 Maret 2013

| | | 0 komentar




Pada suatu hari teman-teman Hoja bertanya, “Anda sangat bijaksana, Tuan Hoja. Menurut anda, benda apa yang paling tidak ternilai di dunia ini?”

“Menurutku, benda yang tidak ternilai adalah nasihat."

Teman-teman Hoja memikirkan jawaban itu, kemudian bertanya lagi, “Kalau begitu, menurut anda benda apa yang paling tidak bernilai?”

“Aku harus mengatakan bahwa nasihat adalah benda yang tidak bernilai di dunia ini, “sahut Hoja.

“Ayolah, Tuan Hoja,“ protes mereka, “Bagaimana mungkin sesuatu yang begitu tak ternilai juga tak bernilai?”

“Nasihat yang didengarkan dan dilaksanakan akan menjadi sesuatu yang tak ternilai. Namun anda tahu betapa tidak bernilainya nasihat yang diabaikan.”

Legenda Banyuwangi

| | | 1 komentar


Dahulu kala, di ujung timur pulau Jawa berdiri sebuah kerajaan besar. Kerajaan itu diperintah oleh seorang raja yang bijaksana. Raja memiliki seorang putera bernama Raden Banterang.

Raden Banterang adalah seorang pemuda yang gagah berani.  Sayangnya, pangeran muda itu sering bertindak gegabah. Ia  sering bertindak tanpa  memikirkan lebih dahulu akibat perbuatannya.

Pada suatu hari,  Raden Banterang pergi ke hutan untuk berburu. Ia mengejar seekor rusa jauh ke tengah hutan.  Tiba-tiba ia bertemu dengan seorang gadis. Raden Banterang keheranan, mengapa  gadis cantik itu berjalan sendirian di tengah hutan?

“Siapa kamu? Mengapa kamu ada di hutan ini?”

“Namaku Surati. Ayahku raja kerajaan Klungkung. Ayahanda terbunuh dalam peperangan. Musuh mengejarku, untung aku berhasil lari dan bersembunyi di hutan ini,” kata gadis itu.

Raut muka Surati menjadi sedih dan air matanya mengalir. “Entah bagaimana nasib ibu dan kakakku. Kami terpisah.”

Raden Banterang iba mendengar cerita Surati. Ia kemudian mengajak gadis itu pulang ke istana. Beberapa hari kemudian mereka menikah.

Pada suatu hari, seperti biasa Raden Banterang pergi berburu.  Isterinya mengantarkannya  ke gerbang istana.

Di tepi hutan, Raden Banterang  bertemu dengan pengemis berpakaian robek-robek. Raden Banterang  memberikan sedekah  kepada pengemis itu.

“Tuanku,” kata pengemis, “Aku akan memberitahukan sebuah rahasia kepadamu.” Tambahan uang untuk ibu RT, mahasiswa. Modal kecil

“Rahasia?” sahut Raden Banterang, “Coba ceritakan kepadaku.”

“Tuan,” kata pengemis, “Berhati-hatilah pada isteri tuan. Ia minta bantuan seorang laki-laki untuk membunuh tuanku.”

Raden Banterang tertawa geli. “Wah, pengemis ini pasti kurang waras pikirannya. Bagaimana mungkin Surati yang begitu lemah lembut tega melakukan itu? Lagi pula pengemis ini kan tidak kenal aku dan isteriku?”

Pengemis itu berkata, “ Tuan akan  percaya kepadaku bila melhat bukti  kejahatannya. Isteri  tuankui menyimpan barang  milik laki-laki itu di bawah bantalnya.” Kemudian ia pergi.

Dibayar hanya untuk klik iklan. Mau? Klik di sini

Raden Banterang pulang ke istana. Ia merasa gelisah. Ia tidak percaya kepada si pengemis, namun kata-kata pengemia itu terus mengganggu pikirannya. Ia kemuudian menuju tempat tidurnya dan mengangkat bantal isterinya. Betapa terperanjatnya ketika ia menemukan sebuah ikat kepala laki-laki di bawah bantal itu.

Raden Banterang sangat marah. Beraninya Surati yang dulu hidup sebatang kara di hutan, yang ditolong dan kemudian dinikahinya  sekarang berbuat keji kepadanya. “Sebelum ia mencelakaiku, lebih baik aku berjaga-jaga.”

Diajaknya isterinya berjalan-jalan di tepi sungai. Ia kemudian menceritakan pertemuannya dengan  pengemis di hutan.

“Kanda,” kata Surati, “Jangan percaya cerita pengemis  itu, saya tidak pernah memiliki niat jahat kepada kanda.”

“Ini apa?” kata Raden Bentareng sambil menunjukkan ikat kepala yang ditemukannya.

Surati kemudian menuturkan bahwa setelah suaminya berangkat berburu, ia bertemu dengan seorang pengemis berpakaian robek-robek di gerbang istana.  Ternyata pengemis itu adalah kakak kandungnya, Rupaksa. Surati sangat gembira karena selama ini ia mengira kakaknya itu sudah meninggal.

Tak disangkanya Rupaksa  menyimpan dendam kepada keluarga suaminya. Rupaksa menyuruhnya membunuh suaminya sendiri untuk membalas dendam. Surati tidak mau. Kakaknya sangat marah. Walaupun Surati mengatakan bahwa keluarga suaminya tidak pernah terlibat perang dengan kerajaan Klungkung, kakaknya tetap ingin membunuh Raden Banterang. Akhirnya Rupaksa memberikan ikat kepalanya kepada Surati dan menyuruhnya meletakkannya di bawah bantal.

“Aku tak percaya kepadamu,” kata Raden Banterang kepada isterinya. “Rencanamu kali ini gagal, Klik di sininamun suatu saat nanti pasti kau mencobanya lagi.”

Raden Banterang menghunus kerisnya dan berjalan mendekati isterinya.

“Kanda,” kata Surati, “Aku tidak berdusta. Aku akan membuktikannya. Bila aku bersalan,  air sungai ini akan menjadi keruh dan berbau busuk. Namun sebaliknya bila aku tidak bersalah, air akan  jernih dan berbau wangi”

Ia kemudian melompat ke dalam sungai sebelum suaminya sempat mencegah.  Raden Banterang merasa sedih karena isterinya tenggelam sekaligus lega karena ia tak perlu membunuh isterinya sendiri.

Raden Banterang beranjak pulang. Tiba-tiba bertiup angin bertiup dari arah sungai membawa bau harum semerbak. Air sungai berubah menjadi jernih bekilauan. Raden Banterang sangat menyesal. Tahulah ia bahwa isterinya tidak bersalah.  Namun semuanya telah terlambat. Sejak itu tempat itu dikenal sebagai Banyuwangi  yang artinya air yang harum. 

Lalu Di Mana Dagingnya? (Kisah Nasrudin Hoja)

| | | 0 komentar



Nasrudin Hoja beberapa kali membawa pulang daging ke rumah . Namun tak sekalipun ia mendapat kesempatan memakannya. Isterinya memakan daging itu atau memberikannya kepada teman-temannya.

Tiap kali Hoja bertanya, isterrinya selalu menjawab, "Dagingnya dicuri kucing. Aku kejar dia, tapi tak berhasil menangkapnya."

Pada suatu hari Hoja kembali membawa pulang daging. Tidak tanggung-tangung, beratnya dua kilogram! Sore harinya Hoja bertanya kepada isterinya dan kembali mendengar jawaban bahwa kucing mereka makan semua daging itu.

Hoja menangkap kucing dan mengambil timbangan. Kucing itu ditimbangnya, beratnya dua kilogram. 
"Kalau ini dagingnya, mana kucingnya? Kalau ini kucingnya, lalu di mana dagingnya?"

Gambar diadaptasi dari http://u.cs.biu.ac.il/~schiff/Net/t13.jpg

Kisah Gadis Yang Menikah Dengan Ular

| | | 1 komentar


Dahulu kala hiduplah seorang brahmana dan isterinya. Sudah lama mereka mengharapkan kehadiran seorang bayi, namun mereka tidak juga dikaruniai anak. Hingga akhirnya setelah lama menanti, sang isteri mengandung dan melahirkan. Namun ternyata bayi yang dilahirkannya adalah seekor ular.

Para tetangga yang ketakutan menyuruh mereka segera membuang ular itu, namun suami isteri itu tetap merawat ular itu seperti layaknya anak menusia. Ular itu tumbuh menjadi dewasa dan ibunya sangat menyayanginya.

Pada suatu hari, sang ibu minta kepada suaminya untuk mencari calon isteri untuk putera mereka.

"Anak kita sudah dewasa, pak. Sudah waktunya ia menikah dan membangun rumah tangganya sendiri," kata wanita itu.

"Aku tahu, bu," jawab suaminya. "Tapi gadis mana yang mau menikah dengan seekor ular?"

Isterinya terus mendesak dan menangis. Akhirnya sang suami memutuskan untuk pergi ke rumah sahabatnya di desa tetangga. Siapa tahu, teman lamanya itu dapat membantu.

Sesampai di rumah sahabatnya, brahmana menceritakan bahwa ia sedang mencari calon isteri untuk puteranya. Sahabatnya malah memanggil anak gadisnya dan berkata. "Kalau begitu, ambillah puteriku ini menjadi isteri puteramu."

Brahmana tercengang, "Kurasa... sebaiknya kau melihat puteraku dulu. Puteraku...."

"Ah, tidak perlu..." sela sahabatnya. "Kita sudah lama berteman, puteramu pasti pemuda yang baik."

Maka brahmana membawa gadis itu pulang untuk dinikahkan dengan puteranya. 

Isteri brahmana segera mempersiapkan pernikahan. Para tetangga yang datang membantu persiapan pernikahan membujuk calon pengantin untuk membatalkan pernikahannya, namun gadis itu tetap pada pendiriannya.

Akhirnya mereka menikah. Walaupun suaminya seekor ular, gadis itu melayani keperluannya dengan sangat baik. Ular itu tidur di sebuah peti kayu di samping tempat tidur isternya.

Pada suatu malam wanita muda itu terbangun. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat seorang pemuda tampan duduk di tepi tempat tidurnya. 

"Jangan takut, isteriku," kata pemuda itu.
"Siapa kau? Di mana suamiku?" jawab wanita itu ketakutan.
"Aku suamimu. Lihatlah,ini kulitku," kata pemuda itu sambil menunjukkan kulit ular yang kosong.
"Aduuh... jangan-jangan kau mencelakakan suamiku," kata wanita sambil menangis.
"Lihatlah," kata pemuda itu sambil mengenakan kulit ular itu lalu menanggalkannya lagi.

Sejak saat itu tiap malam pemuda itu melepaskan kulit ularnya. Ia tinggal bersama isterinya sepanjang malam. menjelang fajar ia berubah menjadi ular lagi. 

Pada suatu malam, brahmana mendengar suara orang bercakap-cakap di kamar menantunya. Karena curiga, ia mengintip dan melihat puteranya menanggalkan kulitnya dan berubah menjadi seorang pemuda. 

Brahmana bergegas masuk ke kamar. Ia mengambil kulit ular itu dan melemparkannya ke dalam api. Dalam sekejap kulit ular itu terbakar menjadi abu.

"Terima kasih, ayah," kata pemuda itu, "sekarang aku terbebas dari kutukan dan hidup sebagai manusia sewajarnya."

Pemuda itu pun hidup bahagia dan tenteram bersama isteri dan orang tuanya.

Gambar: http://www.clipartpal.com/_thumbs/snake_slither_98949_tnb.png

Kisah Keledai Yang Bodoh

| | | 0 komentar


Dahulu kala, seorang saudagar memiliki seekor keledai. Tiap hari keledai itu membawa muatan yang berat.
Barang yang dibawanya bermacam-macam, tergantung pesanan yang harus diantarkan ke langganan saudagar itu.

Pada suatu hari, keledai itu membawa muatan menyeberang sungai. Ketika ia sedang berada di atas jembatan, tiba-tiba ia terpeleset dan jatuh ke dalam sungai. Pelayan sang saudagar segera membantunya keluar dari sungai dan menaikkan muatan lagi.

"Aneh sekali, rupanya air sungai itu berkhasiat", pikir keledai. "Muatanku tadi berat sekali, tapi setelah jatuh ke sungai, sekarang jadi ringan sekali."
Rupanya ia sedang membawa sekarung garam. Ketika terkena air, sebagian garam larut sehingga muatan menjadi ringan. 

Esok harinya, ketika membawa barang lagi, keledai itu melewati jembatan yang sama. Ia sengaja menjatuhkan diri ke dalam sungai. Kebetulan ia membawa garam lagi, sehingga ia pun senang karena muatan menjadi ringan.

Beberapa hari kemudian, keledai melewati tempat itu lagi. Ia melompat ke dalam sungai. Namun apa yang terjadi? Setelah keluar dari sungai, muatannya bukan menjadi ringan namun beratnya sekarang berlipat ganda. Keledai itu tidak tahu, bukan garam yang dibawanya, namun kapas. Ketika kapas terkena air, air meresap ke dalam kapas, sehingga tentu saja menjadi berat sekali.


Gambar: http://aaradhnak.files.wordpress.com/2010/04/donkey2.gif

Nasrudin Hoja dan Sebatang Lilin

| | | 0 komentar
candle clipart

Pada suatu hari Nasrudin Hoja berkumpul dengan teman-temannya. Mereka mengobrol seru, hingga pembicaraan bergeser kepada cuaca yang sangat dingin beberapa hari terakhir ini. Beberapa teman Hoja mengeluhkan cuaca dingin itu.


"Karena dingin, aku jadi pilek."

"Aku sakit perut."

"Tulang-tulangku ngilu."

"Begitu ya," Hoja tertawa. "Masa kalian kalah sama dingin? Aku tak ada masalah dengan cuaca sekarang ini."

Teman-temannya terkejut  dan menjadi agak kesal.

"Kamu kan selalu di dalam rumah pada malam hari, makanya tidak kedinginan," salah satu temannya menimpali. 

"Aku sering keluar rumah untuk berjalan-jalan di malam hari dan tak pernah merasa kedinginan, apalagi sampai sakit."

Makin kesal lah teman-temannya. Mereka sepakat memberi Hoja pelajaran.

"Ayo buktikan bahwa kau tidak kedinginan."

"Baiklah," kata Hoja, "Siapa takut?"

"Malam ini, pergilah ke luar rumah, kau boleh masuk kembali setelah satu jam."

"Hanya satu jam?"

Akhirnya disepakati malam itu Hoja akan tinggal di luar rumah selama satu jam. Bila Hoja berhasil menyelesaikan tantangan itu, mereka akan menraktirnya makan malam. Sebaliknya, bila Hoja gagal, ia harus menyediakan makan malam untuk mereka.

Malam itu, Hoja keluar dan berjalan-jalan di sekeliling rumahnya. Tak disangkanya malam itu sangat dingin. Ia menggigil kedinginan. Tak lama kemudian ia mulai bersin-bersin dan pilek. Hanya beberapa menit kemudian tulang-tulangnya terasa sakit dan ngilu. Itu belum semuanya, perutnya pun mulai terasa kembung dan sakit.

Hoja menyesal telah membual dan menerima tantangan itu. Ia segera berjalan kembali ke rumah. Kemudian ia melihat sebatang lilin yang tadi diletakkannya di jendela. Ia mendekati lilin itu dan mendekatkan tangannya. Ia membayangkan cahaya lilin itu menghangatkan seluruh tubuhnya. Beberapa saat kemudian Hoja tidak merasa kedinginan lagi, bahkan mulai merasa hangat. Ia terus membayangkan kehangatan lilin itu hingga satu jam berlalu.

Esok harinya, teman-temannya menanyakan apa yang terjadi. Hoja menceritakannya.

"Wah," seru temannya, "Kalau begitu kau curang!"

"Betul, tidak ada lilin dalam perjanjian kita." kata yang lain.

Hoja berusaha menjelaskan, namun mereka tidak mau menerima penjelasan itu. Hoja tetap dinyatakan gagal dan harus menyiapkan makan malam untuk mereka. Mau tak mau Hoja setuju.

"Baiklah," kata Hoja, "Datanglah ke rumahku jam enam nanti sore."

Jam enam, mereka datang. Hoja tidak kelihatan. Mereka memanggil, dan Hoja menyilakan mereka duduk di ruang makan. 

"Sebentar lagi makanan siap. Tunggu ya."

Setengah jam kemudian Hoja belum muncul. Ketika mereka bertanya, Hoja menjawab, sebentar lagi makan malam siap.

Satu jam, jawaban Hoja tetap sama.

Satu setengah jam, dua jam menunggu, mereka sudah lapar sekali dan Hoja tetap tidak muncul. Mereka mencarinya di dapur. Di sana mereka melihat Hoja mengaduk-aduk isi sebuah panci.

"Maaf ya, makanannya belum matang juga," kata Hoja.

"Lama sekali kau memasaknya," kata mereka.

"Aku juga heran," kata Hoja, "Padahal aku sudah masak dari siang, lho."

Teman-temannya penasaran, masakan apa yang sedang disiapkan oleh Hoja hingga membutuhkan waktu begitu lama?  Mereka mendekat. Di dalam panci ada sup dan di bawah panci bukan tungku yang mereka lihat, melainkan sebatang lilin.

Mereka menjadi malu. Mereka sebenarnya tahu bahwa sebatang lilin saja tidak dapat menghangatkan tubuh Hoja di malam yang dingin itu. 

Gambar: http://www.free-clipart-pictures.net/free_clipart/object_clipart/object_clipart_candle.gif

Mengapa Kelelawar Terbang Pada Malam Hari

| | | 0 komentar



Seekor tikus bernama Oyot bersahabat dengan Emiong, si kelelawar. Mereka selalu makan bersama, namun sebenarnya Emiong iri kepada tikus sahabatnya itu.

Masakan Emiong selalu menggugah selera, dan Oyot yang penasaran bertanya, “Mengapa sup masakanmu selalu lezat?”

“Oh,” jawab si kelelawar, “itu karena aku selalu merebus diriku sendiri di dalam air. Dagingku manis, sehingga supnya juga, kau tahu sendiri, lezat sekali.”

Emiong lalu mengatakan akan menunjukkan kepada Oyot. Ia mengambil panci dan mengisinya dengan air hangat. Namun ia mengatakan bahwa air itu baru saja mendidih.

“Lihat,” kata Emiong, lalu masuk ke  dalam panci itu, lalu cepat-cepat keluar lagi.

Sup yang dimasak Emiong lezat seperti biasanya, karena sebelumnya ia telah memasukkan bumbu-bumbunya.

Oyot pulang ke rumahnya. Ia menyuruh isterinya mendidihkan air.

“Bu,” katanya, “kau tahu, sup buatan Emiong sangat lezat, kan?

Isterinya menggangguk.

“Nah,” kata Oyot lagi, “aku sudah tahu rahasianya. Emiong tadi menunjukkan kepadaku caranya masak sup yang enak.”

Ketika isterinya tidak melihat, Oyot melompat ke dalam panci dan tewas seketika. Isteri Oyot sangat sedih dan marah karena suaminya meninggal. Ia melaporkan kejadian itu kepada raja.

Raja memberikan perintah untuk menangkap kelelawar dan memenjarakannya. Semua mencari dan ingin menangkap Emiong, namun kelelawar itu sudah bersembunyi. Ia hanya keluar dari persembunyiannya untuk mencari makanan ketika hari sudah gelap sehingga tak ada yang melihatnya. Itulah sebabnya kita jarang sekali melihat kelelawar pada siang hari.

Katak Yang Ingin Jadi Sapi

| | | 2 komentar



Seekor anak katak melompat-lompat pulang dari pergi bermain. Ibunya sudah menunggu di  depan rumah.

“Ke mana saja kamu seharian? Sudah sore begini baru pulang.” tanya ibu katak

“Habis main, bu, bersama teman-teman.” Jawab anak katak.

“Kalau mau pergi, kamu mestinya bilang sama ibu, mau ke mana, pergi sama siapa,” kata ibu katak lagi sambil cemberut.

“Maaf, bu," kata anak katak. 

"O ya,  kami tadi melihat hewan besaaaar sekali, “ anak katak berceloteh. “Kata temanku namanya sapi.”

“Sapi? Seperti apa hewan itu?”

“Warnanya  putih, ada hitam-hitamnya  sedikit.”

“Bentuknya seperti apa?”

Anak katak tak dapat menjawab. Lalu ia hanya menambahkan, “Pokoknya besar sekali , bu!”

“Sebesar ibu?” tanya ibu katak yang ternyata belum pernah melihat sapi.

“Lebih besar dari ibu.”

“Masa?”

Ibu katak mengambil napas dalam-dalam dan menahannya dalam perut sehingga tubuhnya menjadi lebih besar.

“Sebesar ini?”

“Lebih besar lagi.”

Ibu katak, yang tidak mau ada hewan lain yang lebih besar dari dirinya, mengambil napas dalam-dalam lagi dan menggelembungkan dirinya lagi.

“Lihat, nak! Pasti tidak sebesar ini.”

“Lebih besaaar... bu.”

Ibu katak kembali bertambah besar dan besar, namun anaknya tetap mengatakan bahwa sapi yang dilihatnya masih lebih besar lagi.

Ia mengambil napas lagi, namun, kali ini ia tersedak dan jatuh terjungkal. Napas yang dari tadi ditahannya terhembus keluar dan ia menjadi kecil seperti semula.  Sementara seluruh tubuhnya terasa sakit dan kepalanya benjol karena terantuk waktu terjatuh tadi.

Ia sudah bersiap untuk membesarkan diri lagi, namun anaknya langsung mencegahnya.

“Sudahlah, bu, sapi itu besar sekali. Ibu tak akan bisa menjadi sebesar dia, “ kata anak katak.
“Besok, kita jalan-jalan yuk, aku tunjukkan sapinya pada ibu.”

Ibu katak akhirnya berkata, “Baiklah nak,” lalu dengan  agak malu, ia mengaku, “Ibu tadi  hampir celaka karena ingin menyamai sapi.”

Kisah Kucing dan Harimau

Sabtu, 02 Maret 2013

| | | 4 komentar

Dahulu kala, kucing bersahabat dengan harimau.  Mereka selalu bersama-sama di hutan . Harimau tidak pandai berburu, maka kucing yang mencari hewan buruan untuk mereka berdua.  Karena tubuh kucing kecil, maka ia hanya dapat menangkap hewan-hewan kecil untuk mereka makan.

Harimau sering merasa lapar karena makanannya hanya sedikit. Ia sering melihat kucing berburu dan berpikir, kalau ia berburu, tentu ia akan mendapat mangsa yang lebih besar dan ia dapat makan sampai puas.

“Kucing,” kata harimau. “Aku ingin berburu, tapi aku tidak tahu caranya. Ajari dong,”

“Gampang, kok,” kata kucing.

Lalu ia mulai mengajarkan cara mengejar hewan buruan. Esoknya, kucing menunjukkan bagaimana menerkam dan menangkap buruannya.

Harimau belajar dengan cepat.  Ia sudah dapat menangkap hewan buruan besar. Tapi harimau tidak puas. 

“Kucing sangat pintar,” katanya dalam hati. “Pasti ada ilmu lain yang dimilikinya. Ia harus mengajarkannya kepadaku.”

“Hai, kucing,” kata harimau. “Kau sudah mengajarkan aku berburu. Ajari aku kepandaian lain, dong.”

“Kepandaian apa lagi?” jawab kucing. “Semua sudah kuajarkan kepadamu”

Harimau masih penasaran. Ia berpikir terus, bagaimana caranya agar kucing menunjukkan kemampuan yang belum diajarkannya. “Mungkin kalau aku mengejutkannya,” kata harimau dalam hati, “kucing akan menggunakan ilmu itu.”

Pada suatu hari, kucing sedang tidur. Harimau mengendap-endap dan menerkam kucing! Kucing terkejut tapi ia dapat menghindar dan memanjat sebatang pohon yang tinggi.

Pada saat itu kucing baru teringat bahwa ia belum mengajarkan cara memanjat pohon kepada harimau. Sementara harimau yang merasa dikhianati, marah besar.

“Kucing!” teriak harimau dari bawah pohon. “Aku tahu kau bukan teman yang baik. Akan kubalas kau!”
Harimau menunggu kucing turun dari pohon, tapi kucing tetap bertahan . Akhirnya harimau merasa lelah dan lapar, ia pun pergi sambil mengancam,” Kau tidak bisa lari dariku. Ke manapun kau pergi, aku akan mencarimu.”


Setelah harimau pergi, kucing turun dari pohon dan lari ke perkampungan manusia.  Kepandaiannya menangkap tikus membuat  manusia suka padanya dan sering membarinya makanan. Kucing pun tinggal di perkampungan.

Namun, walaupun kucing tahu harimau tidak dapat mengejarnya ke perkampungan, ia selalu berhati-hati. Setiap membuang kotoran selalu ditimbunnya dengan tanah agar tidak dapat ditemukan oleh harimau.