Nasrudin Hoja dan Sebatang Lilin

Sabtu, 30 Maret 2013

| | |
candle clipart

Pada suatu hari Nasrudin Hoja berkumpul dengan teman-temannya. Mereka mengobrol seru, hingga pembicaraan bergeser kepada cuaca yang sangat dingin beberapa hari terakhir ini. Beberapa teman Hoja mengeluhkan cuaca dingin itu.


"Karena dingin, aku jadi pilek."

"Aku sakit perut."

"Tulang-tulangku ngilu."

"Begitu ya," Hoja tertawa. "Masa kalian kalah sama dingin? Aku tak ada masalah dengan cuaca sekarang ini."

Teman-temannya terkejut  dan menjadi agak kesal.

"Kamu kan selalu di dalam rumah pada malam hari, makanya tidak kedinginan," salah satu temannya menimpali. 

"Aku sering keluar rumah untuk berjalan-jalan di malam hari dan tak pernah merasa kedinginan, apalagi sampai sakit."

Makin kesal lah teman-temannya. Mereka sepakat memberi Hoja pelajaran.

"Ayo buktikan bahwa kau tidak kedinginan."

"Baiklah," kata Hoja, "Siapa takut?"

"Malam ini, pergilah ke luar rumah, kau boleh masuk kembali setelah satu jam."

"Hanya satu jam?"

Akhirnya disepakati malam itu Hoja akan tinggal di luar rumah selama satu jam. Bila Hoja berhasil menyelesaikan tantangan itu, mereka akan menraktirnya makan malam. Sebaliknya, bila Hoja gagal, ia harus menyediakan makan malam untuk mereka.

Malam itu, Hoja keluar dan berjalan-jalan di sekeliling rumahnya. Tak disangkanya malam itu sangat dingin. Ia menggigil kedinginan. Tak lama kemudian ia mulai bersin-bersin dan pilek. Hanya beberapa menit kemudian tulang-tulangnya terasa sakit dan ngilu. Itu belum semuanya, perutnya pun mulai terasa kembung dan sakit.

Hoja menyesal telah membual dan menerima tantangan itu. Ia segera berjalan kembali ke rumah. Kemudian ia melihat sebatang lilin yang tadi diletakkannya di jendela. Ia mendekati lilin itu dan mendekatkan tangannya. Ia membayangkan cahaya lilin itu menghangatkan seluruh tubuhnya. Beberapa saat kemudian Hoja tidak merasa kedinginan lagi, bahkan mulai merasa hangat. Ia terus membayangkan kehangatan lilin itu hingga satu jam berlalu.

Esok harinya, teman-temannya menanyakan apa yang terjadi. Hoja menceritakannya.

"Wah," seru temannya, "Kalau begitu kau curang!"

"Betul, tidak ada lilin dalam perjanjian kita." kata yang lain.

Hoja berusaha menjelaskan, namun mereka tidak mau menerima penjelasan itu. Hoja tetap dinyatakan gagal dan harus menyiapkan makan malam untuk mereka. Mau tak mau Hoja setuju.

"Baiklah," kata Hoja, "Datanglah ke rumahku jam enam nanti sore."

Jam enam, mereka datang. Hoja tidak kelihatan. Mereka memanggil, dan Hoja menyilakan mereka duduk di ruang makan. 

"Sebentar lagi makanan siap. Tunggu ya."

Setengah jam kemudian Hoja belum muncul. Ketika mereka bertanya, Hoja menjawab, sebentar lagi makan malam siap.

Satu jam, jawaban Hoja tetap sama.

Satu setengah jam, dua jam menunggu, mereka sudah lapar sekali dan Hoja tetap tidak muncul. Mereka mencarinya di dapur. Di sana mereka melihat Hoja mengaduk-aduk isi sebuah panci.

"Maaf ya, makanannya belum matang juga," kata Hoja.

"Lama sekali kau memasaknya," kata mereka.

"Aku juga heran," kata Hoja, "Padahal aku sudah masak dari siang, lho."

Teman-temannya penasaran, masakan apa yang sedang disiapkan oleh Hoja hingga membutuhkan waktu begitu lama?  Mereka mendekat. Di dalam panci ada sup dan di bawah panci bukan tungku yang mereka lihat, melainkan sebatang lilin.

Mereka menjadi malu. Mereka sebenarnya tahu bahwa sebatang lilin saja tidak dapat menghangatkan tubuh Hoja di malam yang dingin itu. 

Gambar: http://www.free-clipart-pictures.net/free_clipart/object_clipart/object_clipart_candle.gif

0 komentar:

Posting Komentar