Hikayat Malin Kundang

Minggu, 06 Mei 2012

| | | 1 komentar


Dahulu kala di Sumatera Barat hidup seorang ibu dan anak lelakinya. Anak itu cerdas dan rajin membantu ibunya. Namanya Malin Kundang.
Ketika beranjak dewasa, Malin sering sedih melihat ibunya harus bekerja keras untuk menghidupi mereka berdua. Ia memutuskan pergi merantau untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Ibunya semula tidak mengijinkan, karena ayah Malin dulu juga pergi merantau dan tidak pernah kembali. Malin berkeras sehingga ibunya terpaksa mengijinkan.

Malin menumpang sebuah kapal dagang. Ia belajar berlayar dari para pelaut di kapal itu. Namun, pada suatu hari kapal itu dirampok oleh bajak laut. Tidak hanya barang-barang dalam kapal itu dirampas, sebagian awak kapal bahkan dibunuh. Malin selamat karena bersembunyi di antara balok-balok kayu dalam kapal. Kapal itu ditinggalkan dan terapung-apung hingga terdampar di pantai.

Malin Kundang kemudian berjalan ke sebuah desa di dekat pantai. Ia mulai bekerja keras hingga menjadi kaya raya. Ia memiliki beberapa kapal dagang besar. Ia kemudian menikah dengan seorang gadis penduduk desa itu.

Berita bahwa Malin Kundang sudah menjadi orang kaya dan berhasil terdengar sampai ke telinga ibunya. Tiap hari ia mengunjungi pelabuhan, berharap anaknya pulang.  Pada suatu hari ibu tua itu melihat sebuah kapal besar di pelabuhan. Di atas kapal dilihatnya sepasang suami isteri.

Walaupun sudah bertahun-tahun ia tidak melihat Malin, ibunya yakin bahwa pria itu adalah anaknya. Ia mendekati Malin dan makin yakin melihat bekas luka di lengan orang itu, yang sama persis dengan luka anaknya.
Ibu Malin bergegas menghampiri dan memeluknya.

“Malin, anakku,” katanya terharu, “Mengapa kau tidak pernah mengirim kabar kepada Ibu?”
Malin tahu bahwa wanita tua itu adalah ibunya, namun ia malu kepada isterinya dan anak buahnya.
Malin mendorong ibunya menjauh sambil berkata, “Saya bukan anak ibu.”

Ia menggandeng isterinya yang keheranan dan mengajaknya pergi.Ibu Malin mengikuti mereka sambil terus memanggil, “Malin anakku, ini ibu.... Ibu rindu padamu, nak.”

Malin hanya memalingkan wajahnya sedikit kepada ibunya.

“Ibu salah orang,” katanya cepat-cepat. “Saya bukan anak ibu. Ibu saya sudah lama meninggal.”

Ia pun bergegas pergi bersama isterinya.

Ibu Malin menangis sedih.

“Kalau benar kau anakku,” katanya, “dan kau tak mau mengakui aku ibumu, biarlah kau menjadi batu!”

Pertemuan dengan ibunya membuat Malin gelisah. Ia ingin cepat-cepat melanjutkan perjalanan dan meninggalkan kota  itu, takut bertemu dengan ibunya lagi. Ia menyuruh anak buahnya segera menyiapkan kapalnya untuk segera berlayar.

Malam itu laut sangat tenang. Malin lega karena dapat segera pergi. Ia memerintahkan anak buahnya untuk mengangkat sauh dan berangkat.

Namun, tak lama setelah kapal berlayar, langit berubah mendung, angin bertiup kencang dan ombak sangat tinggi. Badai yang ganas menyerang kapal Malin.  Kapalnya hancur dan ia mati tenggelam. Tubuh Malin terbawa ombak hingga ke pantai dan perlahan-lahan mengeras menjadi batu.

Hingga sekarang batu Malin Kundang masih ada di Pantai Air Manis di selatan kota Padang. Di sekelingnya ada bekas-bekas kapal termasuk tali-tali dan tong-tong air yang semuanya menjadi batu.

Kisah Orang Buta Melihat Gajah

| | | 0 komentar


Dahulu kala hiduplah enam orang buta. Mereka sering mendengar tentang gajah. Namun karena mereka semua belum pernah melihatnya, mereka ingin sekali tahu seperti apa gajah itu. Maka mereka beramai-ramai pergi melihat gajah.

Orang buta pertama mendekati gajah. Ia tersandung dan ketika terjatuh, ia menabrak sisi tubuh gajah yang kokoh. “Oh, sekarang aku tahu!” katanya, “Gajah itu seperti tembok.”

Orang buta kedua meraba gading gajah. “Mari kita lihat...,” katanya, “Gajah ini bulat, licin dan tajam. Jelaslah gajah lebih mirip sebuah tombak.”

Yang ketiga kebetulan memegang belalai gajah yang bergerak menggeliat-geliat. “Kalian salah!” jeritnya, “Gajah ini seperti ular!”

Berikutnya, orang buta keempat melompat penuh semangat dan jatuh menimpa lutut gajah. “Ah!” katanya, “Bagaimana kalian ini, sudah jelas binatang ini mirip sebatang pohon.”

Yang kelima memegang telinga gajah. “Kipas!” teriaknya, “Bahkan orang yang paling buta pun tahu, gajah itu mirip kipas.”

Orang buta keenam, segera mendekati sang gajah, ia menggapai dan memegang ekor gajah yang berayun-ayun. “Aku tahu, kalian semua salah.” Katanya. Gajah mirip dengan tali.”

Demikianlah keenam orang buta itu bertengkar. Masing-masing tidak mau mengalah. Semua teguh dengan pendapatnya sendiri, yang sebagian benar, namun semuanya salah. Mereka semua hanya meraba bagian tubuh gajah yang berlainan, mereka tidak melihat keseluruhan hewan gajah itu sendiri.


Kotak Pandora

| | | 1 komentar




Dahulu kala, Zeus, raja para dewa, menyuruh Hephaestus membuatkannya seorang puteri.  Hephaestus menciptakan seorang wanita dari tanah liat. Wanita itu cantik rupawan dan diberi nama Pandora. 

Zeus mengirim Pandora turun ke bumi dan menikahkannya dengan Epimetheus. Zeus melakukan semua ini untuk membalas dendam kepada Prometheus, saudara Epimetheus. Prometheus telah memberikan api kepada manusia tanpa izin Zeus.

Zeus memberikan sebuah kotak yang dikunci kepada Pandora dan menyuruhnya berjanji, tidak akan membuka kotak itu. Ia juga memberikan kunci kotak itu kepada Epimetheus dengan pesan yang sama. Zeus yakin bahwa Epimetheus dan Prometheus tidak akan membuka kotak itu.

Pandora penasaran, ia ingin tahu apa yang ada di dalam kotak yang terkunci rapat itu. Ia meminta kunci kepada suaminya, namun Epimetheus tidak mau memberikannya.

“Kau tahu bagaimana sifat Zeus ayahmu,” kata Epimetheus.

“Aku hanya ingin melihat isinya, aku hanya akan mengintip sebentar saja,” bujuk Pandora.

“Jangan. Aku takut ayahmu menaruh benda yang akan mencelakakan kita dalam kotak itu.”

Pandora terdiam. Namun rasa ingin tahunya tidak dapat dibendung.  Ketika Epimetheus sedang tidur lelap, Pandora mengambil kunci dan membuka kotak itu.

Dari dalam kotak keluarlah segala macam penyakit, kebencian, iri hati, kejahatan dan semua hal buruk yang belum pernah dialami manusia. Pandora cepat-cepat menutup kotak itu kembali. Namun terlambat, semua hal buruk itu telah terbang ke seluruh dunia.

Epimetheus terbangun oleh suara tangisan Pandora. Tersedu-sedu  Pandora menceritakan apa yang telah terjadi.

“Aku tidak dapat menangkap mereka,” isaknya. “Lihatlah kotak ini sekarang kosong.”

Pandora membuka kotak dan menunjukkannya kepada suaminya. Seekor kumbang kecil terbang keluar sebelum Pandora dapat menutup kotak itu kembali.

Kumbang kecil itu terbang mengelilingi Pandora.

“Pandora, aku Harapan,” kata kumbang itu, “Aku berterima kasih kepadamu karena membebaskanku.” Ia lalu terbang pergi.

Di dunia sekarang ada Iri hati, Kejahatan, Kebencian dan Penyakit, namun bersama mereka juga ada Harapan.







Gambar diadaptasi dari http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSJnM4Nkwn_6xAyLue6-TVFiZKx05gq1K8dY0-EOOuoFCW_ICqxEbEadxQBQw