Dahulu kala, di sebuah peternakan hidup seekor induk itik. Ia sedang mengerami telurnya. Sudah tiba waktunya telur-telur itu menetas. Satu persatu enam ekor anak itik keluar dari telur. Induk itik menghitung, ada enam ekor anak itik. Tapi masih ada satu telur belum menetas. Telur itu lebih besar dari telur yang lain.
Induk itik mulai tidak sabar. Ia ingin membawa anak-anaknya mencari makanan, tapi ia harus menunggu telur terakhir itu menetas. Induk itik sudah ingin meninggalkan telur itu, tapi telur itu mulai pecah dan muncullah seekor anak itik.
Enam anaknya berbulu kuning, anak itik ini bulunya berwarna kelabu. Tubuhnya juga lebih besar, lehernya lebih panjang. Anak itik yang aneh sekali.
Meskipun heran melihat anak itik yang baru menetas itu, induk itik tetap sayang kepadanya. Ia membawa semua anaknya ke luar kandang untuk mencari makanan.
“Hai, ibu itik,” sapa seekor ayam. “Anak-anak sudah menetas?”
“Tapi mengapa yang satu itu jelek sekali?”
“Selamat pagi, bu ayam.” kata induk itik sambil berjalan terus bersama tujuh anaknya.
Beberapa merpati sedang makan. Ketika keluarga itik lewat, mereka menyapa dengan ramah. Mereka juga bertanya mengapa anak itik itu berbeda dengan saudara-saudaranya. Induk itik balas menyapa, tapi tidak mengatakan apa-apa tentang anaknya.
Anak itik kelabu itu makan lebih banyak dari saudaranya dan tubuhnya cepat sekali bertambah besar. Makin ia besar, makin ia tampak berbeda dengan anak itik yang lain.
Tiap kali mereka berjalan-jalan di peternakan, hewan-hewan lain mengejek mereka. Induk itik hanya berjalan cepat-cepat sambil menunduk. Anak-anak itik lain merasa kesal karena ikut diolok-olok hewan lain. Mereka tidak mau bermain dengannya bahkan tidak mau dekat dengannya.
Induk itik menyayanginya seperti saudara-saudaranya, tapi anak itik tahu ibunya sedih karena ia jelek sekali. Ia sering menangis sedih ketika ibu dan saudaranya sudah tidur.
Pada suatu hari anak itik pergi meninggalkan peternakan. Ia berjalan sampai ke sebuah kolam. Di sana banyak burung sedang minum dan mandi.
“Apakah bapak atau ibu pernah melihat anak itik berbulu kelabu seperti aku?” tanya anak itik.
“Aku tidak pernah melihat anak itik yang bulunya kelabu seperti kamu,” kata seekor bangau.
“Setahuku, anak itik bulunya kuning,” kata burung kecil berbulu cokelat. "Mungkin kamu bukan anak itik."
Anak itik berjalan lagi. Tiap bertemu hewan lain, ia selalu bertanya apakah mereka pernah bertemu anak itik berbulu kelabu seperti dia. Tak satu pun pernah bertemu dengan anak itik yang mirip dengannya.
Anak itik menyesal sudah kabur dari peternakan, tapi ia juga tidak tahu jalan pulang. Ia berjalan saja terus, mencari makan seadanya dan tidur di dekat semak-semak.
Pada suatu pagi, anak itik masih tidur. Seorang nenek menangkapnya dan membawanya pulang. Nenek itu memasukkannya ke kandang ayam dan memberinya makanan.
“Kau sudah kenyang,” kata nenek. “Sekarang bertelurlah.” Tiap hari nenek itu mengambil telur ayam di kandang. Ia juga memeriksa apakah anak itik bertelur.
Suatu hari, nenek itu melihat anak itik belum bertelur juga. “Tak apa-apa kalau kamu tidak bisa bertelur,” katanya. “Ayo makan lebih banyak supaya kamu gemuk.”
Anak itik bertanya kepada ayam-ayam betina tetangganya di kandang. “Mengapa aku tidak bisa bertelur?”
“Kamu itik jantan,” jawab seekor ayam cokelat sambil tertawa, “Mana bisa kamu bertelur?”
“Nenek mau membuatmu gemuk, kamu akan dipotong dan dimasak menjadi gulai,” kata seekor ayam putih.
Anak itik ketakutan. Sejak itu ia tidak mau makan. Tubuhnya menjadi kurus dan lemah. Pada suatu hari, setelah mengambil telur, nenek lupa menutup pintu kandang. Anak itik segera lari ke luar kandang dan pergi lauh-jauh.
Anak itik sampai di sebuah kolam besar. Udara sangat dingin, saat itu musim gugur. Sebentar lagi musim dingin. Beberapa jenis burung terbang ke daerah yang udaranya lebih hangat di selatan dan tinggal di sana selama musim dingin. Anak itik tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak dapat terbang ke selatan. Bahkan ia tidak tahu apakah itik juga terbang ke selatan.
Musim dingin tiba. Salju turun, udara sangat dingin. Kolam tempat tinggalnya membeku. Ia tidak dapat menemukan makanan. Akhirnya ia hanya diam saja, menggigil kedinginan.
Seorang petani datang. Ia mengambil anak itik itu. Anak itik ingat kepada nenek yang mau memasaknya. Ia ketakutan, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk melawan.
Petani itu membawanya pulang. Ia memanggil anak-anaknya. “Lihat apa yang ayah temukan.,” katanya. “Kasihan, ia hampir beku. Bawa dia ke tempat yang hangat dan berilah makanan.”
Anak-anak petani merawatnya dengan penuh sayang. Anak itik mejadi kuat kembali, bahkan bertambah gemuk dan sehat. Anak itik tidak berani melarikan diri karena sekarang masih musim dingin. Ia sudah bertekat, begitu udara tidak terlalu dingin, ia akan segera kabur. Ia tidak mau menjadi gulai itik.
Tapi ternyata ia salah sangka. Musim semi tiba. Petani dan anak-anaknya membawa anak itik ke kolam tempat ia ditemukan hampir mati beku. “Pergilah,” kata petani. Mereka menunggu anak itik masuk ke kolam lalu mereka pergi.
Anak itik berenang di kolam. Tiba-tiba sekawanan angsa datang dan mendarat di kolam. Bulu mereka putih bersih. Leher mereka panjang dan indah.
Anak itik takut mereka akan mengejeknya. Ia berenang menjauh. Tapi seekor angsa memanggilnya, “Hai, kenapa kami tidak pernah melihatmu?”
"Kamu tidak tinggal di sini?" tanya angsa lain
Angsa-angsa yang lain ikut memperhatikannya. Anak itik menunduk. Ia melihat bayangannya di permukaan kolam. Betapa terkejutnya ia, bukan anak itik jelek yang dilihatnya, tapi seekor burung putih cantik seperti angsa-angsa yang mengerumuninya. Anak itik yang buruk rupa tidak pernah menyadari bahwa ia sebenarnya adalah seekor angsa."Kamu tidak tinggal di sini?" tanya angsa lain
0 komentar:
Posting Komentar